Kamis, 11 November 2010

Hal – Hal yang menarik tentang Pelaihari (Tanah laut)

  1. Orang pertama yang membuka daerah kawasan Sampit pertama kali adalah orang yang bernama Sampit yang berasal dari Bati-Bati, Kalimantan Selatan sekitar awal tahun 1800-an. Sebagai bukti sejarah, makam “Datu” Sampit sendiri dapat ditemui di sekitar Basirih. “Datu” Sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm. “Datu” Djungkir dan “Datu” Usup Lamak. Makam keramat “Datu” Djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih. (http://kotawaringin.blogspot.com)

Sebutan Bati – Bati tersebut tidak tersirat jelas berada di Kabupaten mana di wilayah Kalimantan Selatan, tetapi merujuk nama – nama daerah/desa di Kalimantan selatan, sepertinya Bati – Bati tersebut adalah kecamatan yang sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Laut.

  1. Ejaan lama Pelaihari adalah Plaijharie. (http://wapedia.mobi/id)
  2. Distrik Pleihari adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Tanah Laut pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Distrik Pleihari pernah dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd) yaitu : 1) Kiai Mohamad Jusuf (1899). 2) Kiai Aboekoesin (Saleh, Idwar; SEJARAH DAERAH TEMATIS Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942) di Kalimantan Selatan, Depdikbud, Jakarta, 1986)
  3. Pelaihari juga dikenal daerah pertambangan emas. Orang pertama tambang emas di wilayah ini adalah pendatang dari Cina. Menurut sumber-sumber setempat, sekitar enam abad yang lalu, dua belas ahli pertambangan Cina tiba di daerah atas permintaan raja Banjar, Samudera. Selain tambang emas, raja juga meminta Cina untuk mencari berlian, perkebunan terbuka, dan memulai industri keramik.
    Tambang emas pertama didirikan di Parit, sekitar satu kilolmeter timur Pelaihari.
    Saat ini, dusun ini disebut Kampung Cina (Cina Hamlet). Banyak dari perempuan Tionghoa asli daerah menikah dan punya anak. Banyak dari keturunan mereka masih tinggal di sini (http://www.goarchi.com)
  4. Orang Cina Parit adalah suatu komunitas suku Tionghoa-Indonesia yang mendiami daerah sungai Parit di Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penamaan Cina Parit (orang Cina Parit) dipakai secara resmi sebagai salah satu kelompok etnik yang mendiami Kalimantan Selatan menurut Museum Lambung Mangkurat (Museum Daerah Kalsel), karena sejak semula kedatangannya ke daerah ini orang Tionghoa disebut sebagai 'Urang Cina' dalam bahasa Banjar. Sejak tahun 1817, Orang Cina Parit yang tinggal di Distrik Pleihari, Afdeeling Martapura dipimpin Gho Hiap Seng. (http://wapedia.mobi/id)
  5. Takisung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Indonesia. Takisung merupakan salah satu permukiman tertua di Tanah Laut, nama daerah ini sudah ada di dalam Hikayat Banjar yang ditulis terakhir pada tahun 1663 (http://id.wikipedia)
  6. (Air Weapon Range/AWR) untuk pesawat-pesawat tempur, AWR Kalimantan Selatan tersebut terletak pada kabupaten Palaihari dengan nama Mauluka Baulin yang sekarang disebut AWR Dwi Harmono. AWR tersebut tepatnya berada di daerah Maluka Baulin Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan yang berjarak sekitar 60 Km dari Lanud Sjamsudin Noor dengan luas tanah 996 Ha. Pada Posisi 114ŗ 39’ 09” E, 03ŗ 41’ 44” S / 17 NM from BDM – VOR Radial 208ŗ elevasi 64 feet.
  7. Konverda LVRI se-Kalimantan Selatan di Martapura, yang disampaikan oleh Ach. Syairani dkk pada tahun 1956. Kemudian pada tahun 1957 H. Arpan dkk, selaku wakil rakyat Tanah laut yang duduk di DPRD Banjar, memperjuangkan bagi otonom Daswati II Tanah Laut, namun belum juga membuahkan hasil. Kemudian pada tanggal 15 April 1961 bertempat di rumah H. Bakeri, Kepala Kampung Pelaihari, berkumpullah lima orang. Pemuda yaitu: Atijansyah Noor, Moh. Afham, Materan HB, H. Parhan HB dan EM. Hulaimy bertukar pendapat untuk memperjuangkan kembali kewedanan Tanah Laut menjadi Daswati II. Tukar pendapat tersebut membuahkan hasil berupa tekad yang kuat memprakarsai untuk menghimpun kekuatan moril maupun material dalam upaya memperjuangkan terwujudnya Daswati II Tanah Laut. Tekad dan prakarsa tersebut dimulai dengan terselenggaranya rapat pada tanggal 3 Juni 1961, bertempat di rumah Moh. Afham, yang dipimpin oleh materan HB. Rapat tersebut menghasilkan terbentuknya sebuah Panitia Persiapan Penuntut Daswati II Tanah Laut dengan ketua umum Soeparjan. Panitia ini dikenal dengan nama Panitia Tujuh Belas dengan tugas pokok persiapan penyelenggaraan musyawarah besar seluruh masyarakat Tanah laut. Untuk terlaksananya tugas pokok tersebut panitia menetapkan lima program kerja, sebagai berikut:

1. Mengadakan hubungan dengan pemuka/tetuha masyarakat guna mendapat dukungan.

2. Mengumpulkan data potensi daerah.

3. Mengusahakan pengumpulan dana.

4. Membuat pengumuman untuk disebarluaskan ke masyarakat.

5. Menyelenggarakan ceramah dengan meminta kesediaan Ach. Syairani, H. M. N. Manuar, Wedana Usman Dundrung, Mahyu Arief dan H. Abdul Wahab.

Usaha Panitia Tujuh Belas berhasil dengan terselenggaranya Musyawarah Besar se-Tanah Laut pada tanggal 1-2 Juli 1961, dan menghasilkan resolusi pernyataan serta terbentuknya "Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Tuntutan Daswati II Tanah Laut", yang diketuai H. M. N. Manuar. Pada tanggal 12 Juli 1962, panitia ini menyampaikan memori Tanah Laut kepada Bupati dan Wakil Ketua DPRD GR Banjar. Kemudian pada tanggal 6 Agustus 1962, Ketua Seksi A DPRD GR Banjar meninjau Tanah Laut dan dalam sidangnya pada tanggal 3 September 1962 mendukung Tuntutan Tanah Laut untuk dijadikan Daswati II dengan surat keputusan nomor 37/3/DPRDGR/1962, tanggal 3 September 1962.

Dengan terbitnya keputusan DPRD GR Banjar tersebut, Panitia Penyalur terus berusaha mendapat dukungan di tingkat Provinsi, baik melalui Kerukunan Keluarga Tanah Laut (KKTL) di Banjarmasin maupun di DPRD GR Tingkat I Kalimantan Selatan.

Atas usaha tersebut maka pada tanggal 26 November 1962 Tim DPRD GR Tingkat Kalimantan Selatan meninjau Tanah Laut, dari hasil kunjungan tersebut DPRD GR Tingkat I Kalimantan Selatan mendukung terbentuknya Daswati II Tanah laut dalan bentuk sebuah resolusi yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, tanggal 11 Desember 1962, nomor 12/DPRDGR/RES/1962. (www.tanahlautkbab.go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar